Sira Gadjah Mada paptih amangkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gadjah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring, Pahang, Dompu, Ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa.”


Mulo
hing keneng ditinggyalaken kang aran sejarah ring pengilingyan ison lan riko kabyeh. paran maning kang ono sangkute ambi sembyah buyute wong osing.masio tah jyamane wes berubah di terak ambi kemajuan jyaman,koyo sandal pedhot diterak banyu kang belabor....ayo kabyeh podo majau tapi ojok sampek kedhapen nyang kang aran kemajuan jyaman lan lalai nyang sejarahe dewek.masio sejarah kang seneng lan sejarah kang ngenes koyok sejarahe puputan bayu........
mulo konco-konco lare/wong osing iki jarang kang ngerti jatidhiri/sejarahe dewek....
ring oret-oretan ikay, masio tah sumbere teko ring endi-endi byain...mugo-mugo keneng di gyawe pengiling-iling lan ono manpaatek..


Rofiklaros/Ki kuda kedhapan


Arsip Blog

TRADISI MANTRA USING

Salah satu kelompok masyarakat adat yang memiliki tradisi unik dan langka di daerah Jawa Timur adalah suku using. Kelompok masyarakat yang terletak di daerah pinggiran Banyuwangi ini memiliki tradisi lisan warisan kerajaan Blambangan, yakni tidak lain adalah memuja mantra. Mantra adalah Do’a Sakral kesukuan yang mengandung Magis dan berkekuatan Ghoib.
Diantara mantra yang sering dipakai adalah Sabuk Mangir dan Jaran Goyang. Kedua mantra ini masing masing memiliki kekuatan magis yang berlainan. Sabuk Mangir merupakan mantra yang pada prakteknya digunakan untuk pengasihan(mendapatkan jodoh) secara halus. Sedangkan Jaran Goyang merupakan mantra yang digunakan untuk pengasihan secara kasar.
Buku Memuja Mantra; Sabuk Mangir dan Jaran Goyang Masyarakat Suku Using Banyuwangi berusaha membahas secara komprehensif ihwal praktek santet suku Using Banyuwangi. Buku yang ditulis oleh Heru S. Saputra, Dosen Universitas Jember (UNEJ) ini berangkat dari penelitian lapangannya di tiga tempat desa kultural Using yang berbasis mantra seperti Desa Kemiren dan Olehsari (keduanya di Kecamatan Gajah) serta Mangir (Kecamatan Rogojampi).
Tradisi bermantra sebenarnya sejak lama telah mengakar kuat dalam kehidupan kelompok etnik Using. Pada dasarnya, masyarakat Using memiliki berbagai macam mantra. Namun secara garis besar dapat dipilah menjadi tiga jenis. Pertama, mantra berjenis santet yang berfungsi sebagai pengasihan- kemudian dikenal dengan istilah - magi kuning jika mengandung positif dan magi merah jika mengandung negative. Kedua, mantra berjenis sihir yang bersifat merusak dan berpotensi menghilangkan nyawa- kemudian dikenal dengan istilah - magi hitam. Ketiga, mantra yang bersifat positif, yakni mantra yang digunakan untuk menyembuhkan penyakit- kemudian dikenal dengan istilah magi putih.
Artikel hanya membahas pada mantra berjenis santet, yakni mantra Sabuk Mangir dan Mantra Jaran Goyang. Alasannya dua mantra inilah yang sering digunakan masyarakat Using. Magi bagi masyarakat Using merupakan sesuatu yang diyakini mampu memberi kekuatan ghaib dan mampu mempengaruhi alam pikiran dan prilaku seseorang. Sedangkan santet merupakan salah satu jenis ngelmu yang dimiliki masyarakat using, yakni ngelmu pengasihan.
Pada umumnya, Mantra Sabuk Mangir digunakan oleh para kawula muda untuk mendapatkan jodoh. Mereka melakukan mantra ini dilandasi dengan ketulusan hati, yakni untuk mendapatkan kebahagiaan secara hakiki. Proses bekerjanya kekuatan magi pada mantra Sabuk Mangir berjalan dengan halus atau pelan – pelan sehingga seseorang yang terkena oleh mantra tersebut tidak akan menyadari bahwa dirinya terkena ngelmu ghaib. Oleh karena itu, pengaruh kekuatan magi terhadap kesadaran seseorang terasa alami.
Mantra yang dapat digunakan oleh laki-laki untuk memikat perempuan atau digunakan oleh perempuan untuk memikat laki-laki ini tidak memiliki dampak social yang berarti. Sementara itu, Mantra Jaran Goyang termasuk jenis Mantra santet bermagi merah digunakan untuk pengasihan ( percintaan ) antarinividu dengan diwarnai rasa dendam. Proses bekerjanya kekuatan magi pada mantra Jaran Goyang berjalan lebih kasar atau cepat sehingga seseorang yang terkena mantra akan berprilaku tidakwajar atau tidak alami. Pada umumnya, Mantra Jaran Goyang ini digunakan oleh laki-laki untuk memikat perempuan. Namun, mantra Jaran Goyang ini memiliki dampak social yang negative, baik bagi si subjek ( pemantra ) maupun si objek. Selain itu, hasil pemanfaatan mantra Jaran Goyang bersifat fariatif dari tingkatan tergila-gila sampai gila beneran.
Fungsi mantra Sabuk Mangir dan Jaran Goyang bagi masyarakat using dapat dipilah menjadi dua fungsi individual dan social. Fungsi individual tersebut bertujuan untuk memenuhi kebutuhan psoikis dan biologis Sementara itu, fungsi sosial mantra Sabuk Mangir dan Jaran Goyang dapat bersifat integrative ( menyatu ) dan disintegratif ( memisah). Kedua fungsi ini berlaku ketika mereka tidak mampu memanfaatkan mekanisme budaya lokal. Budaya local yang digunakan untuk mencari jodoh misalnya Gredhoan ( mencari jodoh sesuan dengan ajaran Nabi Muhammad SAW ), Bathokan ( mencari jodoh dengan memanfaatkan media warung tradisional ) dan Mlayokaken atau Colongan ( mencari jodoh dengan cara melarikan atau mencuri pacar untuk dinikahi ). Selain fungsi utama sebagai pranata social tradisional, fungsi social lain mantra Sabuk Mangir dan Jaran Goyang adalah sebagai penekan atau pemaksa berlakunya tata nilai dalam masyarakat, sebagai peningkatan perasaan solidaritas kelompok, dan sebagai penebal kekuatan emosi religiusitas atau kepercayaan terhadap kekuatan supranatural.
Hal ini merupakan potret khasanah tradisi local masyarakat Using Jawa Timur yang tergolong langka.
Puisi lisan Using jenis mantra (selanjutnya kita sebut mantra Using) merupakan doa sakral kesukuan yang mengandung magic dan berkekuatan gaib.
Mantra berbahasa Using tersebut merupakan produk budaya yang bersifat sinkretis antara kepercayaan lokal dengan tradisi agama modern, seperti Hindu,Budha, dan Islam. Bagi orang Using, mantra merupakan salah satu khazanah budaya kelisanan yang integral dengan khazanah budaya lainnya. Hingga kini eksistensinya masih tetap dibutuhkan oleh kelompok etnik Using. Bahkan dalam batas tertentu, tradisi mantra Using merupakan alternative pranata social tradisional, ketika pranata formal tidak mampu lagi mengakomodasi kepentingan mereka.

Oleh karena itu, muncul pameo bahwa bukan orang Using kalau tidak dapat menyantet. Pemanfaatan mantra juga merupakan potret pola kehidupan yang pragmatis. Pemanfaatan mantra pengasihan, misalnya, merupakan pola jalan pintas manakala mekanisme budaya seperti gredoan, bathokan, mlayokaken/colongan, ngleboni, ngunggah-unggahi, dan ngayuh tidak bisa dilakukan.

Mantra Using memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan mantra-mantra kelompok etnik lainnya di Nusantara. Keunikan tersebut terletak pada pembagian jenis magic nya. Atas dasar sumber ajaran dan tujuan pemakaiannya, pembagian jenis magic mantra Using bukan hanya menjadi dua macam (hitam – putih), melainkan 4 macam, yaitu; magi hitam, merah, kuning dan putih. Keempat jenis magi tersebut dapat dimanfaatkan secara homeophatic magic maupun contagions magic.

Mantra magi hitam, yaitu mantra yang dijiwai oleh nilai-nilai kejahatan dan digunakan untuk tujuan kejahatan. Korban mantra magi hitam bukan hanya dihabisi nyawanya, tetapi seringkali juga harta bendanya. Yang tergolong mantra magi hitam, antara lain adalah Bantal Nyawa, Bantal Kancing, Cekek, Sebul, dan Setah Kuburan.

Mantra magi merah ialah mantra yang pemakaiannya tidak dilandasi hati nurani, tetpi didorong untuk memenuhi hawa nafsu dengan tujuan agar korban tersiksa batin dan fisiknya. Kadar pengaruh penggunaan mantra ini bias meluas ke masalah social, tetapi tidak sampai berakibat fatal sebagaimana pada mantra magi hitam. Yang tergolong mantra magi merah, antara lain, adalah ; Jaran Goyang, Siti Henar, Semut Gatel, Bantal Guling, Gombal Kobong, dan Polong Dara.

Mantra magi kuning ialah mantra yang penggunaannya didasari ketulusan hati dan maksud baik; biasanya hanya terbatas pada hubungan antar individu. Penggunaan mantra ini bukan hanya agar disenangi atau dicintai sesame manusia, tetapi juga termasuk binatang. Yang tergolong mantra magi kuning, antara lain; Sabuk Mangir, Sigandrung mangu mangu, Prabu Kenya, Puter Giling, Damar Wulan, Semar Mesem, Ambarsari, si Kumbang Jati, dan Tes putih-tes abang.

Mantra magi putih adalah mantra yang dijiwai oleh nilai-nilai kebaikan dan dugunakan untuk tujuan kebaikan. Mantra ini berfungsi untuk menetralisir praktek mantra magi hitam dan merah, baik untuk penyembuhan maupun penolak bala. Yang tergolong mantra magi putih adalah semua mantra yang digunakanuntuk penyembuhan atau pengobatan dan pencegahan atau penolakan bala.

Dalam konteks budaya Using, mantra magi hitam digolongkan ke dalam sihir (‘pembunuhan’), mantra magi merah dan kuning digolongkan ke dalam santet (‘pengasihan’), sedangkan mantra magi putih digolongkan ke dalam penyembuhan.
Bagi wong osing santet sudah membudaya bahkan anak kelas tiga SD pun mengerti /mengetahui apa itu santet.tapi sawangane generasi kang saiki kuryang ngerti paran iku kang aran santet{mantra pengasihan}.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar